Kamis, 02 Juni 2011

Laporan praktikum Pembuatan Larutan


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Ketika mempelajari kimia dikenal adanya larutan baku sekunder dan larutan baku primer. Larutan pada dasarnya adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen. Komponen yang terdapat dalam jumlah yang besar disebut pelarut atau solvent, sedang komponen yang terdapat dalam jumlah yang kecil disebut zat terlarut atau solute. Konsentrasi suatu larutan didefenisikan sebagai jumlah solute yang ada dalam sejumlah larutan atau pelarut. Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak tepat dengan yang diinginkan, oleh karena itu dilakukanlah praktikum pembuatan larutan asam klorida (HCl) 0,1 N dan standarisasinya.[1]

B. Rumusan Masalah
            Bertolak dari latar belakang yang ada, maka muncullah permasalahan yaitu bagaimana mengetahui pembuatan larutan asam klorida (HCl) 0,1 N dan standarisasi larutan asam klorida (HCl) dengan natrium karbonat (Na2CO3).








C. Tujuan Percobaan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui pembuatan larutan asam klorida (HCl) 0,1 N dan standarisasi larutan asam klorida (HCl) dengan natrium karbonat (Na2CO3).

D. Manfaat Percobaan
            Manfaat yang diperoleh dari percobaan ini yaitu :
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan asam klorida (HCl) 0,1 N dan standarisasi larutan asam klorida (HCl) dengan natrium karbonat (Na2CO3).
b. Mahasiswa mampu membedakan antara larutan baku primer dan larutan baku sekunder.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Larutan
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat terlarut, sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dimana solute terlarut.[2]
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah tekanan dan suhu. Kelarutan zat padat dan cairan tidak terpengaruh oleh tekanan, sedangkan kelarutan gas-gas akan bertambah, apabila tekanan diperbesar.[3]
            Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol, amoniak, kloroform, benzena, minyak, dan asam asetat, akan tetapi jika menggunakan air biasanya tidak disebutkan.[4]




B. Konsentrasi larutan
             Kosentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan. Apabila zat terlarut banyak sekali, sedangkan pelarutnya sedikit, maka dapat dikatakan bahwa larutan itu pekat atau kosentrasinya sangat tinggi. Sebaliknya bila zat yang terlarut sedikit sedangkan pelarutrnya sangat banyak, maka dapat dikatakan larutan itu encer atau kosentrasinya sangat rendah. Banyak cara untuk memeriksa kosentrasi larutan, yang semuanya menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian, setiap sistem kosentrasi harus menyatakan butir-butir berikut :
1. Satuan yang digunakan untuk zat terlarut
2. Kuantitas kedua dapat berupa pelarut atau larutan keseluruhan.
3. Satuan yang digunakan untuk kuantitas kedua.
Kosentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa cara yaitu :
a. Persen Volume
Persen volum menyatakan jumlah liter zat terlarut dalam 100 liter larutan misalnya :  Alkohol 76% berarti dalam 100 liter larutan alkohol terdapat 76 liter alkohol murni.
b. Persen Massa
Persen Massa menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram larutan contohnya : Sirup merupakan larutan gula 80% artinya dalam 100 gram sirup
terdapat 80 gram gula.


c. Molaritas
Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut perkilo gram pelarut tang terkandung dalam suatu larutan molaritas (m) tidak dapat di hitung dari kosentrasi molar (M), kecuali jika rapatan (densitar) larutan itu di ketahui.
d. Molaritas
Molaritas menyatakan jumlah Mol zat terlarut dalam 1 liter larutan contohnya :
NaCL berarti 1 liter larutan terdapat 0,1 Mol NaCL
Kosentrasi molar = Jumlah mol terlarut Jumlah L larutan
e. Normalitas
Normalitas suatu larutan adalah jumlah gram ekuivalen zat terlarut yang terkandung di dalam 1 liter larutan. Batas ekuivalen adalah fraksi bobot molekul yang berkenaan dengan satu satuan tertentu, reaksi kimia dan 1 gram ekuivalen adalah fraksi yang sama dari pada 1 mol.
N = gram ekuivalen zat terlarut
        cm3 larutan/liter larutan.
f. Fraksi Mol
Fraksi mol suatu dalam larutan didefinisikan sebagai banyaknya mol (n) komponen itu, dibagi dengan jumlah mol keseluruhan komponen dalam larutan itu. Jumlah fraksi seluruh komponen dalam setiap larutan adalah :
     X (terlarut) =          n (terlarut)
                             n (terlarut) + n (pelarut)
     X (Pelarut) =           n (pelarut)
                              n (terlarut) + n (pelarut)
     Dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen.[5]
C. Larutan Baku
            Larutan baku adalah larutan yang kepekaannya diketahui  dengan tepat dan dapat dibuat melalui dua cara. Kedua cara tersebut masing-masing tergantung dari penggunaan bahan baku. Bahan baku adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk membuat larutan baku primer (primary standard solution) dan untuk  menetapkan kenormalan larutan baku sekunder (secondary standard solution).[6]

D. Larutan Baku Primer
Larutan baku primer yaitu larutan yang dapat diketahui kadarnya dan stabil pada proses penimbangan, pelarutan, dan penyimpanan.
Adapun syarat – syarat larutan baku primer :
1. Mempunyai kemurnian yang tinggi
2. Rumus molekulnya pasti
3. Tidak mengalami perubahan selama penimbangan
4. Berat ekivalen yang tinggi (agar kesalahan penimbangan dapat diabaikan)
5. Larutan stabil didalam penyimpanan
            Larutan baku primer yang digunakan dalam titrasi asam basa oksalat,  asam benzoat, kalium hidrogen falat dan kalium hidrogen iodat (KH(CO3)2).[7]



E. Larutan Baku Sekunder
            Larutan baku sekunder, yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembekuan dengan larutan atau secara langsung tidak dapat diketahuis kadarnya dan kestabilannya didalam proses penimbangan, pelarutan dan penyimpanan.[8]
Ada beberapa syarat bahan baku sekunder yaitu sebagai berikut :
a. Harus murni atau mudah dimurnikan.

Selasa, 31 Mei 2011

Laporan Pembuatan garam Mohr



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
 Senyawa ferro yang paling penting adalah garam besi (II) sulfat, lazim disebut garam ferro sulfat bentuk yang umum dari garam ini adalah vitriol hijau, FeSO4.7H2O yang mengkristal dalam bentuk monoklin. Garam ini isomorf dengan garam Epson atau garam inggris MgSO4.7H2O. Garam besi (II) sulfat ini dapat diperoleh dengan cara melarutkan serbuk besi atau besi (II) sulfida dalam asam sulfat encer. Setelah larutan disaring dan diuapkan maka akan mengkristal FeSO4.7H2O yang berwarna hijau. Dalam skala besar garam ini dibuat  dengan cara mengoksidasi  perlahan garam FeS2 oleh udara yang mengandung air. Garam besi (II) sulfat dan garam sulfat yang berasal dari logam alkali, dapat bergabung membentuk garam rangkap. Contoh senyawanya adalah (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O senyawa ini disebut dengan garam mohr.[1]
B.       Rumusan Masalah
      Adapun rumusan masalah dalam percobaan ini adalah bagaimana cara mengetahui tekhnik pembuatan garam mohr?.
C.    Tujuan
   Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui tekhnik pembuatan garam mohr.

                                                      BAB II         
TINJAUAN PUSTAKA

Besi adalah logam yang kedua melimpah sesudah Al, dan unsur keempat yang paling melimpah dalam kulit bumi. Teras bumi  yang dianggap utama terdiri atas Fe dan Ni. Bijih yang utama adalah hematite Fe2O3, magnetite Fe3O4, limonite Fe(OH), dan siderite FeCO3. Besi murni cukup reaktif dalam udara lembab cepat teroksidasi memberikan besi (III) oksida hidrat (karat) yang tidak sanggup melindungi, karena zat ini hancur dan membiarkan permukaan logam yang baru terbuka. Besi yang sangat halus bersifat pirofor.[2]
Penambahan OH-  kepada larutan Fe2+ menghasilkan hidroksida hijau pucat, yang mudah teroksidasi oleh udara memberikan ferrioksida hidrat yang coklat merah. Fe(OH)2 suatu hidroksida sejati dengan struktur Mg(OH)2 agak bersifat amfoter. Seperti Fe, zat ini larut dalam NaOH pekat, dari larutan ini dapat diperoleh kristal-kristal biru Na4[Fe2(OH)6].[3]
            Besi merupakan salah satu logam transisi golongan VIIIB yang mudah ditempah, mudah dibentuk, berwarna putih perak, dan mudah dimagnetisasi pada suhu normal logam besi terdapat dalam tiga bentuk, yaitu x-iron (α-iron), dan (garam-iron), dan (γ-iron) perdeaan dari tiap bentuk besi dapat bersenyawa dengan unsur–unsur lain. Dan dilihat dari susunan atom–atom pada kisi kristalnya. Seperti contoh yaitu unsur halogen (fluorin, klorin, bromine, iodin, dan astatin), belerang, fosfor, karoon, oksigen, dan silikon. Dialam, besi terdapat dalam bentuk senyawa – senyawa antara lain sebagai hematif, (Fe2O3) magnetik (Fe2O4), dari proses elektrolisis dari larutan besi sulfat.[4]
            Unsur besi (Fe) dalam sistem periodik unsur (SPU) termasuk kedalam golongan VIII. Besi dapat dibuat dari biji besi dalam tungku pemanas. Biji besi biasanya mengandung Fe2O3 yang dikotori oleh pasir (SiO2) sekitar 10% serta sedikit senyawa sulfur, fosfor, aluminium dan mangan. Besi dapat pula dimagnetkan.[5]
            Endapan pasir besi, dapat memiliki mineral-mineral magnetik seperti magnetik (Fe3O4), hemafit (α-Fe2O3) dan maghemit (γ-Fe2O3). Mineral – mineral tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan dasar untuk tinta kering (toner) pada mesin photo-copy dan printer laser, sementara maghemit  adalah bahan untuk pita kaset.[6]
            Ion besi (II) dapat mudah dioksidasikan menjadi Fe (III), ini merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini, dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasikan ion besi (II). Garam-garam besi (III) atau feri diturunkan dari oksida besi (III), Fe2O3. Mereka lebih stabil daripada garam besi (II). Dalam larutannya, terdapat kation-kation Fe3+ yang berwarna kuning muda, jika larutan mengandung klorida, warna menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi mengubah ion besi (III) menjadi besi (II). Ion ferro [Fe(H2O)6]2+ memberikan garam berkristal.[7]
            Besi (III) terdapat dalam garam berkristal dengan kebanyakan anion selain anion-anion seperti iodida, yang tidak dapat dilawan karena sifat reduksinya :
            Fe3+  +  I-  = Fe2+ + 1    I2
                                                          2
Garam yang mengandung ion ferri akuo, [Fe(H2O)6]3+  seperti Fe(ClO4)3. 10H2O adalah merah jambu pucat  hamper putih, dan ion akuonya adalah merah lembayung pucat. Kecuali bila larutan Fe3+ cukup kuat keasamannya, terjadi hidrolisis dan umumnya larutan menjadi kuning karena pembentukan spesies hidrokso yang mempunyai pita perpindahan muatan dalam daerah ultraviolet dan berakhir ke daerah tampak.[8]
            Adapun sifat-sifat dari unsur besi yaitu besi mudah berkarat dalam udara lembab dengan terbentuknya karat (Fe2O3.nH2O), yang tidak melindungi besinya dari perkaratan lebih lanjut, maka daripada itu besi ditutup lapisan dengan logam zat – zat yang lain seperti timah, nikel, seng dan lain – lain H2 dan Fe3O4. Sedangkan kalau dipijarkan di udara besi akan membentuk Fe2O3 (ferri oksida) dan menggerisik serta jika suatu besi tidak termakan oleh basa, besi dapat larut dalam asam sulfat encer  dan asam klorida dengan membentuk H2, asam sulfat pekat tidak memakan besi.[9]
            Garam-garam unsur  triad besi biasanya terkristal dari larutan sebagai hidrat, jika diletakkan pada uap lembab atmosfer, tergantung pada tekanan parsial H2O. hidrat dapat terjadi dalam warna – warna yang berbeda. Pada udara kering, air hidrat  lepas dan padatan berangsur – angsur berubah menjadi merah muda. Senyawa besi (II) menghasilkan endapan biru turbull, jika direaksikan dengan heksasioferrat (III).[10]
            Besi membentuk dua deret garam yang penting. Garam – garam besi (II) atau ferri diturunkan dari besi (II) oksida, FeO. Dalam larutan garam-garam ini mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Ion – ion gabungan dan kompleks – kompleks yang berwarna tua adalah juga umum. Ion besi (II) dapat mudah dioksidasi menjadi besi (III) maka merupakan pereduksi yang kuat, semakin kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini. Dalam suasana netral atau basa bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasi ion besi (II). Maka larutan besi (II) harus sedikit asam bila ingin disimpan untuk waktu yang agak lama.[11]  
            Apabila jumlah mol besi (II) sulfat dan ammonium sulfat sama, dan masing – masing garam tesebut dilarutkan sampai jenuh dengan air panas, sedangkan kedalam larutan besi (II) sulfat ditambahkan sedikit asam sulfat akhirnya kedua larutan tersebut dicampurkan satu sama lain maka proses pendinginannya akan terbentuk kristal monoklin yang berwarna hijau kebiru-biruan, garam ini adalah garam besi (II) ammonium sulfat  dengan rumus:   (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O. Senyawa ini lazim disebut dengan garam mohr. Jika dibandingkan dengan garam besi (II) sulfat atau besi (II) klorida, maka kristal garam Mohr lebih stabil diudara dan larutannya tak mudah dioksidasi oleh oksigen di atmosfer. Garam mohr banyak digunakan dalam bidang kimia analitik, yaitu dalam analisis volumetri, untuk membakukan larutan kalium permanganat atau kalium bikromat.[12]
            Garam Mohr cukup stabil terhadap udara dan terhadap hilangnya air dan umumnya dibuat untuk membuat larutan baku Fe2+  bagi analisis volumetrik dan sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran magnetik. Sebagian FeSO4.7H2O secara lambat melapuk dan beruabah menjadi kuning coklat bila dibiarkan dalam udara. Penambahan HCO3- atau SH- kepada larutan aqua Fe2+ berturut-turut mengendapkan FeCO3 dan FeS. Ion Fe2+  teroksidasi dalam larutan asam oleh udara menjadi Fe3+. Dengan ligan – ligan selain air yang ada, perubahan yang nyata dalam potensial bisa terjadi.[13]
            Garam mohr mempunyai banyak fungsi, tetapi garam mohr biasanya digunakan      untuk   : Untuk membuat larutan baku Fe2+ bagi analisis volumetrik, sebagai zat pengkalibrasi dalam pengukuran magnetik, Untuk meramalkan urutan daya mengoksidasi oksidator K2Cr2O7, KMnO4 dan KBrO3 (dengan konsentrasi yang sama ~ 0,1 N) terhadap ion Fe2+.[14]
           


BAB III
METODE PRAKTIKUM

A.  Waktu dan Tempat
         Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini adalah :
Hari/Tanggal   :           Senin, 11 April 2011
Pukul               :           08.00 Wita sampai selesai
Tempat            :           Laboratorium kimia Anorganik          
Fakultas Sains dan Tekhnologi                                  
UIN Alauddin Makassar.      


B.  Alat dan Bahan
            Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Alat
a.       Penangas listrik                 1 buah
b.      Neraca analitik                  1 buah
c.       Bunsen                              1 buah
d.      Gelas kimia 300 mL          4 buah
e.       Gelas kimia 500 mL          1 buah
f.       Gelas ukur 50 mL                         1 buah
g.      Erlenmeyer 250 mL          1 buah
h.      Batang pengaduk              2 buah
i.        Pipet skala 10 ml               1 buah
j.        Pipet skala 5 ml                 1 buah
k.      Pipet tetes                         2 buah
l.        Bulp                                  1 buah
m.    Corong                              1 buah
n.      Cawan                               1 buah
o.      Gegep                                1 buah
p.      Spatula                              1 buah
q.      Botol semprot                   1 buah
2.      Bahan
a.       Serbuk besi
b.      Asam sulfat 10 %
c.       Amonia
d.      Aluminium foil
e.       Aquades
f.       Kertas saring

C.  Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada percobaan ini  adalah sebagai berikut :
1.      Menimbang 10 gram serbuk besi atau paku dan melarutkan dalam 150 ml H2SO4 10 %.
2.      Memanaskan hingga hampir semua besi melarut (mugkin sulit untuk melarutkan semua besi).
3.      Menyaring larutan ketika sedang panas - panas.
4.      Menambahkan sedikit asam sulfat pada filtrat dan menguapkan larutan sampai terbentuk kristal di permukaan larutan (disebut larutan A).
5.      Menetralkan 150 ml H2SO4 10 % dengan amonia, kemudian uapkan larutan amonium sulfat yang terbentuk sampai jenuh ( disebut larutan B).
6.      Mencampurkan larutan A dan larutan B masing-masing dalam keadaan panas, setelah itu dinginkan.
7.      Setelah dingin maka akan terbentuk kristal yang berwarna hijau muda.
8.      Garam Mohr yang murni dapat diperoleh dengan cara melarutkan kembali dalam sedikit mugkin air panas, kemudian dibiarkan mengkristal.
9.      Menimbang garam Mohr yang diperoleh, dan melaporkan hasilnya.












BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil pengamatan
     1) Larutan A
10 gram Fe + 150 ml H2SO4 10 %                       FeSO4 + H2 ( larutan warna hitam ) didinginkan   larutan berwarna hijau + H2SO4 10 %                   hijau.
     2) Larutan B
          150 ml H2SO4 100 % + HN3                   (NH4)2SO4                      larutan bening  
                              Larutan bening.
Larutan A + Larutan B                larutan hijau   didinginkan larutan warna hijau muda  disaring                    kristal berwarna hijau muda.                
B. Analisis Data
Dik : Massa besi (Fe)          =          10 gram
  BA Besi                    =          55,85 gram/mol
  BM garam Mohr       =          392 gram/mol
  Berat garam Mohr praktek    =   6,4981 gram


     Dit :  a. Mol Garam Mohr                   
              b. Massa garam Mohr (Teori)
              c. Rendamen garam Mohr
     Jawab :
     a. 1 Fe + H2SO4                    1 FeSO4
         1 Mol Fe   ~   1 Mol FeSO4
1 Mol FeSO4   ~    Mol garam Mohr
          Mol Fe        gram
                        =
                              BA
                                10 gram
                        =
                            55,85 gram/mol      
                        = 0,1790 mol
            Jadi, mol garam Mohr = 0,1790
b.  Massa garam Mohr (Teori)
     Massa garam Mohr (teori) = Mol garam Mohr x BM garam Mohr
                                                = 0,1790 mol x 392 gram/mol
                                                = 70,1411 gram
    c. Rendamen
        Berat garam Mohr praktek 
                                                      x 100 %
          Berat garam Mohr Teori

6,4981 gram murni
       =                                      x 100 %
                  70,1441 gram

       =   9,2643 %
C. Reaksi
              Adapun reaksi yang terjadi pada percobaan ini yaitu :
1. Fe + H2SO4                       FeSO4 + H2
2. NH3 + H2SO4                     (NH4)2SO4 + H2O
3. FeSO4 + (NH4)2SO4                     (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O
D. Pembahasan
Garam mohr merupakan garam rangkap yang terbentuk dari reaksi besi dengan asam sulfat dan larutan amoniak. Sebelum kita mengenal apa itu garam mohr terlebih dulu kita akan membahas senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya antara           lain: logam       besi      (logam transisi) larutan amoniak (NH3)          dan  Asam sulfat  pekat (H2SO4 pekat). Larutan amoniak disini berfungsi sebagai ligan yang mempunyai sebuah orbital yang berisi elektron tak berpasangan untuk interaksinya dengan logam, bentuk kompleks koordinasi yang klasik dengan logam. Mereka bergabung hanya dengan interaksi elektron ligan dengan orbital d,s, atau p yang kosong dari logam. Ligan ini adalah basa lewis, dan logam adalah asam lewis. Ikatan ini dibentuk dari rotasi simetrik diatas sumbu logam dengan ligan dan digambarkan sebagai suatu ikatan. Pada percobaan ini, ada tiga langkah yang dilakukan, yaitu pembuatan larutan A, larutan B dan kemudian larutan A dan larutan B dicampur.


1. Larutan A
Pada percobaan ini Larutan A dibuat dengan melarutkan serbuk besi dalam H2SO 10 %. Serbuk besi berwarna hitam setelah dilarutkan dengan asam sulfat dan serbuk besi akan melarut sedikit demi sedikit. Dimana asam sulfat tersebut merupakan pelarut yang mengandung proton yang dapat diionkan  dan berupa asam kuat atau lemah. Untuk melarutkan semua besi, larutan tersebut dipanaskan sampai hampir semua besi larut, tapi sulit untuk melarutkan semua besi. Fungsi pemanasan disini yaitu untuk menghilangkan gas H2 dan mempercepat pembentukan ion Fe2+ yang ditandai dengan terbentuknya hablur berwarna kehijauan.  Kemudian larutan tersebut disaring dalam keadaan panas dengan mengunakan kertas saring, ke dalam larutan tersebut ditambahkan sedikit H2SO4 sampai terbentuk kristal di permukaan larutan.
H2SO4 disini berfungsi untuk mengoksidasi logam Fe menjadi ion logam Fe2+. Adapun tujuan dari penyaringan adalah untuk memisahkan larutan dari filtratnya, dan penyaringan dalam keadaan panas berfungsi untuk menghindari terbentuknya kistal menghindari terbentuknya kristal pada suhu yang rendah dan tujuan dari pemanasan adalah sebagai katalis yaitu untuk mempercepat terjadinya reaksi sehingga hampir semua besi larut. Pemanasan dilakukan secara perlahan dengan api sedang agar tidak terjadi oksidasi pada besi (Fe). Larutan ini terus diuapkan dengan tujuan untuk mengurangi molekul air yang ada pada larutan. Percobaan ini manghasilkan garam besi (II) sulfat yang merupakan garam besi (II) yang terpenting. Garam-garam besi (II) atau fero diturunkan dari besi (II) oksida, FeO. Dalam larutan, garam-garam ini mengandung kation Fe2+ sehingga berwarna hijau dan Pembentukan FeSO4    dari logam Fe merupakan reaksi elektron berdasarkan prinsip termokimia.
2. Larutan B
 Pembuatan larutan B yaitu pertama–tama menetralkan H2SO4 10% dengan amoniak (NH3), sehingga dihasilkan larutan (NH4)2SO4 dengan pH=7 (netral). Kemudian larutan ini diuapkan sampai jenuh (volume menjadi setengahnya) dengan tujuan untuk menguapkan NH3.
3. Larutan A dan B
Pembentukan kristal garam mohr dapat dilakukan dengan cara mencampurkan larutan A dan B ketika masih panas, atau pada keadaan yang sama, kondisi ini digunakan agar tidak terjadi pengkristalan larutan pada suhu yang rendah, maka akan dihasilkan larutan dan endapan berwarna hijau muda. Untuk memperoleh kristal, dilakukan pendinginan sehingga terbentuk kristal yang lebih halus. Untuk memperoleh garam Mohr yang murni dilakukan dengan melarutkan kembali garam Mohr yang diperoleh kedalam air panas. Lalu didinginkan kembali, sehingga diperoleh garam Mohr yang murni. Kristal garam Mohr ditimbang dengan neraca analitik dan didapatkan 6,4981 gram garam Mohr murni. Dari data yang diperoleh, maka didapatkan rendamen garam mohr sebanyak 9,2643 %, artinya kemurnian garam Mohr hanya 9,2643 %, sangat berbedea jika dibandingkan dengan berat teori dari garam Mohr. Ini disebabkan dari berbagai faktor diantaranya karena adanya zat-zat penganggu dari luar. Bentuk kristal garam mohr adalah monoklin dengan warna hijau muda. Dalam senyawa kompleks Fe2+ berperan sebagai atom pusat dengan H2O sebagai ligannya.
Gambar Kristal monoklin                                Gambar Kristal garam Mohr
                                               














BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu garam Mohr merupakan senyawa kompleks besi dengan ligan amonium dan sulfat dengan rumus molekul (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O. Pembuatan garam mohr dilakukan dengan cara kristalisasi, yaitu melalui penguapan, dan pendinginan. Sehingg diperoleh kristal berwarna hijau muda yang terbuat dari campuran besi (II) sulfat dengan larutan amonium sulfat. Garam Mohr yang terbentuk sebesar 6,4981 gram dengan tingkat kemurniannya adalah sebesar 9,2643 %.

      Gambar kristal monoklin                                Gambar  kristal garam Mohr


B. Saran
            Adapun saran yang dapat saya sampaikan yaitu , dalam percobaan ini kita harus lebih teliti dalam melihat setiap reaksi yang terjadi, baik perubahan warna maupun bentuk kristal dari garam Mohr.














                                                DAFTAR PUSTAKA           
Anonim. “Sintesis dan Pemanfaatan Garam Mohr”. 02 Juli 2009. http/SAINS KIMIA/Praktikum Kimia Anorganik/sintesis-dan-pemanfaatan-garam-mohr-bab.html. (08 April 2011).

Cotton dan Wikinson. Kimia Anorganik Dasar. UI-Press. Jakarta. 1989.
Harjadi, W. Ilmu kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta. 1989.
Svehla, G. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan    Semimakro Bagian 1. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta. 1985.

Syamsidar. Penuntun Praktikum  Kimia Anorganik. Jurusan Kimia. UIN Alauddin Makassar. 2011.
Sunardi. 116 Unsur Kimia. CV. Yrama Widya. Bandung. 2006.

Syukri. Kimia Dasar 3. ITB. Bandung. 1999.


[1]Syamsidar, Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. (Makassar: UIN Makassar), h. 9.
[2]Cotton & Wikinson, Kimia Anorganik Dasar. (Jakarta: UI-Press, 1989).
[3]ibid.  h. 463
[4]Sunardi , 116 unsur kimia, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2006).
[5]Syukri, Kimia Dasar 3, (Bandung: ITB. 1999).
[6]Mufit, Fatni, “Kajian tentang Sifat Magnetik Pasir Besi dari Pantai Sanur Pariaman, Sumatra Barat”. http://www.google.com. Diakses 12 April 2011.
[7]Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif  Makro dan Semimakro Bagian 1. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.
[8]Cotton dan Wikinson. op. cit. h. 465            
[9]Cotton & Wikinson, op. cit., h. 463
                [10]Harjadi, W. 1989. Ilmu Kimia Analitik Dasar. (Jakarta: Erlangga, 1989).
[11]Svehla, G. op. cit., h.
[12] Syamsidar. loc. cit.
[13]Syukri, Kimia Dasar 3. (Bandung: ITB, 1999).
[14]“Sintesis dan Pemanfaatan Garam Mohr”. 02 Juli 2009. http/SAINS KIMIA/Praktikum Kimia Anorganik/sintesis-dan-pemanfaatan-garam-mohr-bab.html. (08 April 2011).